Sampah merupakan
salah satu masalah kompleks yang terjadi di Indonesia. Sampah selalu menjadi
masalah bagi pemerintah. Masalah tersebut terkait dengan volume dan segi
pengelolaanya. Kementerian Lingkungan Hidup melaporkan jumlah sampah di
Indonesia pada tahun 2013 mencapai 200 ton per hari.
Masalah sampah
juga berimbas pada beberapa aspek kehidupan. Tumpukan sampah yang menggunung
akan berpengaruh pada sanitasi lingkungan setempat, ditambah lagi dengan
ketersediaan lahan yang digunakan untuk TPA terbatas. Keadaan sanitasi
lingkungan yang kurang mendukung akan menyebabkan kebersihan dan kesehatan
masyarakat memburuk. Dalam aspek sosial, sampah yang menumpuk ini akan memicu
pada tindakan masyarakat setempat. Salah satunya adalah fenomena merebaknya pemulung anak-anak
di Indonesia yang menjadi persoalan sosial yang kompleks.
Pemulung anak-anak ini bekerja
selayaknya pemulung usia dewasa. Sebagian kecil dari mereka memiliki tanggung
jawab sebagai pelajar, dan juga dibebankan untuk membantu mencari nafkah. Namun,
sebagian besar pemulung anak-anak ini terpaksa harus meningalkan bangku sekolah
dikarenakan factor biaya. Pemulung anak-anak ini memiliki risiko yang sangat
besar, misalkan sangat rentan terserang penyakit, serta bukan tidak mungkin
anak-anak mengalami tekanan psikologis karena malu atas pekerjaan mereka.
Dari beberapa masalah yang
dipaparkan di atas, maka dapat dicetuskan sebuah solusi dengan membenahi sisi
problematika bagian pusat, yakni dari sampah itu sendiri. Selain itu,
diperlukan pula upaya untuk membenahi kualitas dari sumber daya manusianya.
Maka solusi dari masalah kompleks di atas ialah dengan memberdayakan pemulung
anak-anak untuk mengurangi volume sampah melalui gerakan 3R (reduce, reuse, recycle) yang selama telah diprogramkan oleh
Bank Sampah Nasional namun dari segi kader penggeraknyanya sendiri belum efektif. Pengelolaan sampah bertujuan
untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta
menjadikan sampah sebagai sumber daya.
Secara
bahasa, Dustbin Education berasal dari
bahasa Inggris yaitu, dustbin: tempat
sampah dan education: pendidikan. Jadi, secara bahasa, Dustbin Education berarti pendidikan
tempat sampah. Maksudnya adalah bagaimana sebuah pendidikan dapat mewujudkan
peserta didiknya menjadi tempat sampah yang baik. Artinya, peserta didik mampu
mengolah sampah yang ia terima dengan kreatif. Pendidikan sendiri menurut UU Nomor 12 Tahun 2012 merupakan usaha
sadar dan terencana untuk mewujudakn suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
mengembangkan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara (Doni, 2009:5).
Secara
konseptual pemulung adalah lapisan ekonomi dan budaya paling bawah dalam
stratifikasi masyarakat kota (Wirosardjono,1984:34). Maka diperlukan sebuah upaya untuk meningkatkan
taraf hidup serta mewujudkan anak-anak pemulung sebagai generasi yang kreatif
dan tidak hanya memulung, mengumpulkan, dan menjual sampah, tetapi juga
berperan sebagai tempat sampah yang baik. Di mana mereka tidak hanya menjadi
pihak yang menerima sampah setiap hari, tetapi mereka juga mampu dan
berkompeten untuk mengolah sampah menjadi produk yang lebih bernilai. Dustbin education adalah sebuah konsep
pembelajaran yang diterapkan pada anak-anak pemulung dalam rangka
mengimplementasikan aspek-aspek di atas.
Di samping itu, dustbin education juga dilaksanakan sebagai upaya mengatasi masalah
sampah di Indonesia, terutama mengenai volumenya yang terus meningkat. Salah
satu masalah yang juga berkaitan dengan masalah tersebut adalah banyaknya
anak-anak pemulung di kota-kota di Indonesia. Keberadaan mereka banyak
ditemukan di sekitar tempat pembuangan sampah. Dustbin education dilaksanakan berbasis 3R (reduce, reuse, recycle), yang merupakan salah satu prinsip dalam
pengolahan sampah mandiri. Sebagaimana yang tercantum dalam UU Nomor 18 Tahun
2008 yang berbunyi, pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah
rumah tangga terdiri atas pengurangan sampah dan penanganan sampah meliputi kegiatan pembatasan timbulan sampah,
pendauran ulang sampah, dan atau pemanfaatan kembali sampah (UU Nomor 18 Tahun
2008 tentang Pengelolaan Sampah:12).
Kemiskinan
merupakan salah satu hal yang menyebabkan mereka ikut bekerja menjadi seorang
pemulung di usia mereka yang termasuk kategori anak-anak. Hal ini sangat disayangkan
karena anak-anak yang seharusnya mendapatkan hak tumbuh dan pengembangan
kreatifitas justru harus bekerja keras untuk membantu pendapatan keluarga
sebagaimana yang tercantum dalam pasal Pemulung anak-anak ini memiliki tanggung
jawab ganda dimana mereka sebagai selayaknya seorang anak memiliki hak untuk
sekolah mendapatkan ilmu, dan hak untuk bermain dan mengembangkan kreatifitas
mereka. Tetapi di sisi lain, anak-anak ini juga memiliki tanggung jawab
membantu ekonomi keluarga, yaitu dengan cara ikut bekerja sebagai pemulung. Oleh
karena itu, harus ada tindakan nyata dari pemerintah dan masyarakat untuk
meminimalisir banyaknya anak-anak yang bekerja sebagai pemulung, salah satunya
adalah melalui program pendidikan. Upaya tersebut dilakukan dengan tujuan
memberdayakan sumber daya manusia agar menjadi generasi yang terdidik dan
berkompeten di masa yang akan datang. Karena pada dasarnya, pelaku yang akan
dijadikan peserta didik memiliki kesenjangan sosial dengan masyarakat. Sebagian
besar anak-anak pemulung mengalami putus sekolah karena faktor biaya dan
tingkat kepedulian terhadap pendidikan yang rendah.
1.
Landasan
Hukum
A.
UUD
1945 pasal 31 ayat (1) tiap-tiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
B.
UU
No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Pasal 1 ayat (12)
pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang
dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang; Pasal 5 ayat (1) setiap
warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
Pasal 26 ayat (1) pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat
yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah,
dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan
sepanjang hayat.
2.
Visi
Meningkatkan
taraf kehidupan dan mencetak generasi masa depan yang kreatif serta mampu
meningkatkan nilai sampah sebagai upaya mengatasi masalah sampah berbasis
lingkungan dan mandiri.
3.
Misi
A.
Memberikan
program pendidikan keterampilan, yaitu dengan dustbin education
B.
Melakukan
pemberdayaan anak-anak pemulung dalam mengelola sampah
C.
Menumbuhkan
jiwa kreatif, inovatif dan mandiri pada pemulung anak-anak
D.
Memacu
terlaksananya gerakan 3R secara
maksimal dan efektif
E.
Menumbuhkan
sikap peduli lingkungan pada anak-anak pemulung
4.
Jenjang
Pendidikan
Jenjang
pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang
dikembangkan (UU Nomor 20 Tahun 2003:2). Jenjang pendidikan dalam dustbin education dibagi menjadi dua
kategori berdasarkan usia peserta didik.
A.
Pendidikan
Dasar
Kategori
dustbin education untuk anak-anak
pemulung yang memiliki usia sederajat dengan SD dan SMP.
B.
Pendidikan
Menengah
Kategori
dustbin education untuk anak-anak
pemulung yang memiliki usia sederajat dengan SMA
5.
Metode
Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar (UU Nomor 20 Tahun
2003 Pasal 1:2). Dalam pembelajaran, perlu dirancang metode sebagai sebuah
konseptor awal untuk mempermudah tercapainya indikator dalam sebuah proses
pembelajaran. Berikut adalah beberapa metode pembelajaran yang akan diterapkan
dalam dustbin education.
A.
Live Skill: pendidikan life
skills mengorientasikan siswa untuk memiliki kemampuan dan modal dasar agar
dapat hidup mandiri dan survive di lingkungannya (Sri Handayani:2009:2). Metode
pembelajaran ini lebih memprioritaskan aspek keterampilan peserta didik dan
bertujuan untuk menumbuhkan kreatifitas dan kompetensi siswa. Menurut Anwar,
2004, pendidikan
berbasis life skill ini dapat dilakukan dengan cara melalui reorientasi
pembelajaran, mengubah strategi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan dan
metode yang variatif, dan melalui pembelajaran kecakapan vokasional.
B.
Satu
hari satu inovasi: sebuah metode intensif yang dilaksanakan untuk merangsng
daya inovasi peserta didik melalui upaya pembiasaan sikap. Inovasi yang
dimaksud di sini adalah inovasi dalam mengubah dan meningkatkan nilai sampah.
C.
I love my environment: pendidikan lingkungan merupakan salah
satu faktor penting dalam meraih keberhasilan dalam pengelolaan lingkungan
hidup, juga menjadi sarana yang sangat penting dalam menghasilkan sumber daya
manusia yang dapat melaksanakan prinsip pembangunan berkelanjutan (Lilis
Widaningsih:2009:3). Metode yang digunakan untuk meimplementasikan pendidikan
lingkungan hidup yang disampaikan kepada peserta didik disesuaikan dengan usia
perkembangan. Pendidikan lingkungan dapat dikembangkan dengan pengenalan dan
pemahaman terhadap berbagai persoalan lingkungan dalam skala yang lebih besar.
6.
Program
Pendidikan
A.
Pro
3R
Tempat
pengolahan sampah harus dengan berprinsip 3R
( reuse, reduce, recycle) yang selanjutnya digunakan sebagai tempat
pengelolaan sampah (PPRI No. 81 Tahun 2012 pasal 1). Program pendidikan yang akan dikemas dalam Pro 3R adalah memperkenalkan, memberikan
pengetahuan dan pembelajaran, memperdalam, membiasakan, membentuk peserta didik
menjadi pelopor gerakan 3R.
B.
Pendidikan
pengelolaan sampah
Dalam
Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 tahun 2008 pasal 1 tentang pengelolaan
sampah, menyebutkan bahwa pengolaan sampah merupakan kegiatan yang sistematis,
menyeluruh dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan
sampah. Pendidikan yang
disampaikan berupa pemberdayaan peserta didik untuk menjadi generasi yang
berkompeten dalam mengolah sampah. Tentunya program ini disampaikan dengan
berbasis 3R (reduce, reuse, recycle) dan
akan dilakukan berbagai pelatihan yang berkala dan teratur.
C.
Pendidikan
lingkungan hidup
Program ini ditujukan untuk menumbuhkan sikap cinta
lingkungan terhadap peserta didik, terutama kepedulian terhadap masalah
lingkungan yang disebabkan oleh sampah dan tindakan nyata yang dapat
direalisasikan. Mengenalkan alam dan lingkungan, mengajarkan apa yang ada di
dalamnya, mendidik siswa untuk mencintai dan menanamkan kesadaran untuk menjadi
manusia yang bertanggung jawab terhadap alam dan lingkungannya merupakan proses
yang harus ditempuh secara bertahap dalam PLH (Lilis Widaningsih:2009:10).
Untuk mencetak
anak-anak pemulung sebagai kader penggerak 3R,
maka diperlukan beberapa strategi khusus. Menurur Kamus Besar Bahasa Indonesia
kader adalah orang yang diharapkan akan memegang peran yang penting dalam
pemerintahan, partai, dan sebagainya. Berikut adalah beberapa strategi khusus
yang dilakukan untuk mencetak anak-anak pemulung sebagai kader penggerak 3R.
4.2.1. Rekrutmen Peserta Didik
Sebuah langkah
awal yang menjadi aspek penting dalam kegiatan ini adalah rekrutmen dari
peserta didik itu sendiri dan beberapa upaya lain. Pola rekrutmen dalam dustbin education ini diterapkan dalam
bentuk kunjungan lapangan, pengamatan, kemudian rekrutmen. Pola yang diterapkan
pada tahap kunjungan lapangan ini adalah bermain bersama. Pihak-pihak terkait
pro-aktif mengamati pola tingkah laku dan merekrut anak-anak pemulung.
Pola
bermain ini dinilai efektif dalam menjangkau anak-anak pemulung. Karena dengan
bermain bersama, komunikasi terjalin lebih hangat, dan anak merasa kehadirannya
diakui sehingga tercipta sebuah ruang komunikasi yang lebih terbuka, akrab dan
egaliter. Pola rekrutmen seperti ini terbangun secara berantai dan tanpa
disadari dilakukan juga oleh anak jalanan/terlantar, yaitu, membawa teman
lainnya untuk bergabung bermain bersama.
4.2.2. Kaderisasi Sejak Dini
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, disebutkan yaitu kaderisasi berasal dari kata Kader
yang berarti orang yang diharapkan akan memegang peran penting dalam
pemerintahan. Sedangkan arti kaderisasi sendiri berarti pengaderan yang berarti
proses, cara, perbuatan mendidik seseorang menjadi kader. Kaderisasi ialah
proses pembinaan seseorang atau sekelompok orang untuk menjadi seorang kader
dalam sebuah organisasi, wadah, lembaga atau semacamnya (Muhammad Ikhsan:2012:1).
Langkah ini dilakukan dengan menanamkan nilai-nilai pendidikan dalam jangka
panjang. Sehingga nilai tersebut dapat tertanam pada peserta didik. Selain itu
juga dilakukan kegiatan pelatihan dan pembiasaan yang dapat membentuk jiwa
peserta didik dalam memngaplikasikan 3R dalam
kehidupan sehari-hari. Jika semua materi telah disampaikan, dievaluasi, dan
dinilai memenuhi indikator yang sudah disusun sebelumnya, maka peserta sudah
dapat dianggap menyelesaikan rangkaian kaderisasi
4.2.1. Intensifikasi Program
Pembelajaran
Dalam mencapai
tujuan pendidikan diperlukan sebuah acuan dan perantara, yaitu sebuah program
pembelajaran dan indikator yang akan dicapai. Pada dasarnya, layanan pendidikan
dalam dustbin education terdiri atas
pendidikan tingkat dasr dan tingkat menengah. Pada pendidikan tingkat dasar,
lebih ditekankan pada pola penanaman sikap dan pembelajaran mendasar. Sedangkan
pada pendidikan tingkat menengah diprioritaskan pada penegembangan serta
pemberdayaan potensi diri. Berikut adalah Rancangan Program Pembelajaran yang
akan diterapkan dalam dustbin education.
A.
Pendidikan
Tingkat Dasar
1.
Pro
3R
Pro 3R akan
direalisasikan dalam tiga tahap, yaitu pengenalan, penerapan, dan pembiasaan.
Pada tahap pengenalan, akan disampaikan materi tentang apa dan bagaimana 3R
pada peserta didik dengan metode pembelajaran yang disesuaikan dengan kategori
usia peserta didik. Materi ini akan disampaikan di awal program selama dua kali
pertemuan. Program ini bertujuan memperkenalkan 3R pada peserta didik serta
sebagai langkah awal dalam mencetak kader penggerak 3R. Pengenalan sejak dini
ini bertujuan untuk mempermudah upaya pengkaderan. Indikator pencapaian dari
program ini adalah Peserta didik dapat mengetahui dan
memahami pengertian 3R.
Pada tahap penerapan,
aplikasi 3R lebih ditekankan pada peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Reuse, pembelajaran sikap agar peserta
didik mampu mengurangi sampah yang dihasilkan. Reduce, peserta didik dihimbau untuk menggunakan ulang barang bekas
yang masih layak pakai. Recycle, mengajarkan
peserta didik untuk medaur ulang sampah menjadi barang yang lebih berguna. Tahap
pembiasaan merupakan tahap penerapan yang dilaksanakan secara berkelanjutan dan
terkendali, sehingga hal-hal yang yang diterapkan pada peserta didik dapat tercermin dalam kehidupan
sehari-hari.
2.
Pendidikan
Pengolahan Sampah
Menurut UU Nomor
18 Tahun 2008, pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas tanggung
jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas
kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi. Program
ini akan diawali dengan penyampaian materi tentang macam-macam sampah serta
dampak negatifnya. Diharapkan peserta didik dapat membedakan macam-macam sampah
serta mengetahui dan paham akibat buruk yang ditimbulkan sampah.
Langkah
selanjutnya adalah melatih peserta didik untuk membuat hasta karya sederhana
dari sampah. Langkah ini merupakan salah satu perwujudan dari 3R. Misalnya berupa kegiatan membuat
bunga dari bekas gelas air mineral dan sebagainya. Tujuanya adalah melatih
pesrta didik dalam menerapkan recycle dengan
kreatif untuk meningkatkan nilai sampah. Di samping itu, diterapkan pula
program pendukung, yaitu kids
dusbitpreneurship yang lebih menekankan pada nilai jual sampah. Jadi, hasta
karya berbahan dasar sampah tidak hanya memiliki nilai estetika, namun juga
memiliki nilai jual. Hal ini dimaksudkan untuk menumbuhkan jiwa wirausaha
peserta didik sejak usia dini.
Langkah akhirnya
adalah creation competition, yaitu
kompetisi antar peserta didik dalam membuat hasta karya dari sampah berdasrkan
kreativitasnya masing-masing. Dengan sebuah kompetisi, diharapkan pesrta didik
akan terpacu dalam berkarya serta dapat menumbuhkan jiwa kompetenya.
3.
Pendidikan
Lingkungan Hidup
Peserta didik
akan diberikan pendidikan karakter tentang sanitasi lingkungan agar mereka
memiliki kepedulian dan tanggung jawab terhadap lingkungan mereka yang kumuh.
Di samping itu, pengajar juga harus menerapkan perilaku hidup bersih pada
peserta didik secara sederhana, misalnya cuci tangan sebelum makan, membuang
sampah pada tempatnya, dan sebagainya. Selanjutnya, peserta didik diajak
mengikuti bakti alam yang diwujudkan melalui aksi nyata peduli lingkungan,
misalnya memunguti sampah di sebuah ruas jalan. Peserta didik akan difasilitasi
dengan kartu sampahku yang akan merekam peran peserta didik dalam mengolah
sampah. Kartu ini bertujuan memotivasi peserta didik
mengurangi produksi sampah sekaligus memacu peserta didik untuk mengolahnya.
B.
Pendidikan
Tingkat Menengah
1.
Pro
3R
Pro 3R yang
dillaksanakan pada paket pendidikan menengah ini hampir sama seperti paket
pendidikan dasar. Hanya saja ditambah dengan sebuah aksi nyata peserta didik
terhadap masyarakat sekitarnya, yaitu aksi 3R sebagai upaya melatih
dan merealisasikan peran peserta didik sebagai kader penggerak 3R. Kegiatan ini berupa promosi 3R
kepada masyarakat.
2.
Pendidikan
Pengolahan Sampah
Program yang
diterapkan serupa dengan pendidikan dasar, hanya saja aspek pelatiahan
wirausaha lebih ditekankan mengingat kategori usia yang memasuki remaja dewasa.
Selain itu pelatihan yang disampaiakn juga lebih kompleks dan mendalam.
3.
Pendidikan
Lingkungan Hidup
Program tambahan
yang akan disampaikan pada pendidikan lingkungan hidup tingkat menengah ini
adalah study tour ke objek kunjungan
yang dapat memberikan wawasan pada peserta didik tentang pengolahan sampah.
Selain itu juga akan diterapkan program one
day one plastic. Yaitu sebuah program di mana peserta didik akan
menyisihkan sampah secara rutin setiap harinya, lalu mengolahnya dengan prinsip
3R.
Oleh: Lailatul Inayah XII-A1
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon