Minyak bumi merupakan salah satu asset
yang urgen bagi negara Indonesia. Tercatat sejak tahun 2005 sampai 2010, sektor
minyak bumi mampu menyuplai APBN sebesar 16%-20% setiap tahunnya. Namun sebagai
negara penghasil minyak bumi, sampai saat inipun Indonesia masih mengimpor
bahan bakar minyak (BBM) untuk mencukupi kebutuhan bahan bakar minyak di sektor
transportasi dan energi. Sebagai salah satu sector yang mendapat perhatian dari
pemerintah, ternyata produksi minyak bumi di Indonesia mengalami penerunan
sebesar 12 % atau 110 ribu barel per hari. Sedangkan persediaan cadangan minyak
yang masih dimiliki Indonesia yang tercatat oleh Ditjen Migas pada tahun 2012
sebesar 7,40 milyar barel.
Seiring dengan menipisnya persediaan minyak bumi yang terjadi di
Indonesia, laju kebutuhan masyarakat terhadap minyak bumi dan sumber energy
lain justru semakin bertambah. Di tengah problematika akan krisis energy,
berbagai masalahpun terus menerus menjamur. Laju bertambahnuya kendaraan
bermotorpun semakin pesat. Pada tahun 2010, jumlah kendaraan yang tercatat oleh
BPS Nasional mencapai 76.907.127 unit. Hal ini berdampak
pula pada tingkat penggunaan BBM di kalangan masyarakat. Tingkat konsumsi
masyarakat terhadap BBM yang tercatat oleh Ditjen Migas pada tahun 2010 sebesar
388.241 barel, sedangkan tingkat produksi nasional pada tahun tersebut hanya
sebesar 241.156 barel.
Beralih
dari cakupan wilayah nasional, kita beralih ke salah satu lingkungan kecil
tetapi cukup memiliki peran dalam keberlangsungan kehidupan nasional, yaitu
lembaga pendidikan. Laju penggunaan kendaraan bermotorpun ternyata juga
berimbas di kalangan pelajar. Sekitar 90% civitas
academic di sekolah kami, MAN 3 Kediri, menggunakan kendaraan bermotor
sebagai alat transportasi ke sekolah. Bahkan fenomena yang terjadi setiap hari,
lokasi parkir sepeda motor siswa seluas 1500 hampir tidak muat dan membutuhkan perluasan
lahan, sedangkan lokasi parkir sepeda kayuh semakin longgar. Jika dianalogikan,
sekitar 1000 kendaraan bermotor dioperasikan setiap harinya dengan energy bahan
bakar minyak. Jadi, setiap harinya tingkat konsumsi BBM di kalangan siswa MAN 3
Kediri untuk transportasi ke sekolah saja diperkirakan sekitar 1000 liter lebih
atau sebesar 365.000 liter per tahunya.
Apabila dikalkulasikan, sebesar 0,95
% BBM terkurangi setiap tahunya oleh MAN 3 Kediri. Padahal, tingkat konsumsi
ini hanya dihitung dari salah satu lembaga saja. Berpacu dari beberapa masalah
di atas dan di tengah situasi krisis energy ini, perlu sebuah gagasan dan
tindakan untuk memunculkan sebuah energy alternative sebagai upaya
mepertahankan eksistensi energy nasional. Sebelumnya, pihak pemerintah telah
melakukan upaya pemberdayaan energy alternative untuk mempertahnakan
ketersediaan energy nasional. Salah satunya adalah peluncuran energy biosolar
oleh PT Pertamina.
Tanam
paksa tumbuhan Jarak untuk diolah menjadi bahan bakar pesawat pada era
penjajahan Jepang telah menjadi cerita yang cukup populer. Walaupun ada
penelitian yang menunjukan potensi Jarak untuk menjadi bahan bakar pengganti,
potensi besar tersebut masih menjadi legenda yang belum terlihat wujud
besarnya. Publik belum melihat adanya langkah besar alih energi ke energi
hijau, padahal pengembangan energi hijau terbukti sudah mampu menggantikan
minyak bumi. Sebagai contoh: Etanol pengganti bensin dari bahan dasar
pati Jagung telah diperkenalkan di Brazil sejak tahun 2002. Sebagai
penghasil jagung utama dunia Brazil mencuri start dalam pengembangan bio energi
dengan memproduksi 90% dari total Bio Ethanol dunia bersama-sama dengan Amerika
Serikat. Sementara singkong, tebu, kentang dan hasil bumi lokal masih
menunggu untuk dimanfaatkan menjadi Energi Baru Terbarukan (EBT).
Yang
patut diapresiasi adalah adanya tulisan hijau:”Bio Solar” di SPBU-SPBU
Pertamina semenjak beberapa tahun lalu, membuktikan komitmen pertamina untuk
menjadi penyangga utama energi Indonesia pada era post-petroleum.
Langkah Pertamina mengembangkan energi hijau dari minyak sawit sudah tepat
mengingat pertumbuhan luasan perkebunan sawit yang melesat dari 992.000 hektar
di tahun 1995 menjadi lebih dari 5.000.000 hektar di akhir tahun
2011. Pentingnya energi hijau ini telah disadari pemerintah
Indonesia sehingga melalui Peraturan Presiden no 5 tahun 2006 energi dari bahan
nabati diproyeksikan untuk menyuplai setidaknya 5% dari total kebutuhan energi
primer nasional. Keunikan Indonesia dibanding seluruh
negara lain di dunia adalah berlimpahnya ketersediaan kelima energi tersebut,
sehingga di masa depan Indonesia berpotensi menjadi negara sumber energi terbesar
di asia pasifik.
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon